Jumat, 10 Juni 2011

Pindah Lokasi Jualan Bubur, Penghasilan Turun Drastis


 10 Juni 2011, 19.27, Laporan Yenny W - 51408008
 
Sudah sebulan ini semenjak seluruh pedagang yang berjualan di Alun – Alun Sidoarjo digusur oleh petugas kebersihan kota Sidoarjo, banyak pedagang yang kehilangan mata pencaharian. Hal ini pun juga dirasakan oleh Ibu Ulfawati (47 Tahun), yang sudah berjualan bubur selama 15 tahun di Alun – Alun Sidoarjo, penghasilan sebanyak Rp.600.000,00 setiap hari biasa, dan Rp.1500.000,00 pada hari Sabtu dan Minggu ini yang ia gunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari – hari dan membiayai sekolah anak bungsunya Arifin, serta dapat membangun rumahnya agar terlihat lebih layak. Namun karena digusurnya tempat strategis untuknya berjualan tersebut, ia harus berpindah tempat berjualan di lapangan GOR Sidoarjo demi terus menyambung hidupnya. Dari penghasilan yang tadinya setiap hari mencapai Rp.600.000,00 ini turun drastis menjadi Rp.300.000,00 per hari karena di lapangan GOR tidak seramai di Alun – Alun, dan pelanggannya belum mengetahui tempat berjualan bubur Bu Ulfa yang baru.
Dimana kebutuhan hidup semakin mahal dan harga bahan – bahan makanan semakin naik, justru penghasilannya menjadi semakin turun. Penghasilan yang ia dapat tidak sebanding dengan biaya pengeluarannya sehari – hari. Dalam sehari Bu Ulfa mengaku harus mengeluarkan biaya untuk belanja bahan – bahan buburnya saja paling sedikit Rp.250.000,00. Karena Bu Ulfa tidak menggunakan kompor LPG, jadi ia harus mengeluarkan uang Rp.50.000,00 untuk membeli minyak gas setiap harinya. Harga barang – barang di pasar semakin naik, untuk membeli gula putih 1 kilo Bu Ulfa harus mengeluarkan uang sebanyak Rp.9000,00 dan untuk gula merah sekilonya Rp.8000,00. Selain biaya untuk belanja bahan buburnya, Bu Ulfa pun juga harus mengeluarkan biaya minimal Rp.100.000,00 per harinya, untuk kebutuhan makan sekeluarga. Agung, anaknya yang pertama sudah menikah dan memiliki 1 orang anak berumur 1 tahun. Namun karena keterbatasan ekonomi Agung tak mampu membeli rumah sendiri untuk tinggal bersama istri dan anaknya, sehingga segala kebutuhan Agung beserta anak istrinya masih bergantung pada Bu Ulfa. Dengan pendapatan Rp.300.000,00 per hari itu Bu Ulfa merasa amat sangat tidak cukup, pendapatan semakin minim sedangkan keperluan semakin banyak. Namun dengan penuh syukur Bu Ulfa menjalani hidupnya sebagai single parent, karena 5 tahun yang lalu suaminya sudah meninggal dunia karena sakit gagal ginjal. Lagi – lagi dikarenakan oleh keterbatasan ekonomi yang semakin menjerat keluarganya yang membuat Bu Ulfa tidak mampu memenuhi persyaratan dokter untuk terus mencuci darah suaminya 2 kali dalam seminggu. Sekali cuci darah Bu Ulfa harus membayar seharga Rp.800.000,00. Jadi dalam seminggu Bu Ulfa harus membuang uang kira – kira Rp.2000.000,00 sudah termasuk untuk biaya dokter dan obat – obatan. “Untung loh saya ini Mbak, masio anakku lanang – lanang dua, tapi ijek gelem ngewangi masak karo angkat – angkat, jadi awak dewe iki gak sepiro abot nglakoni urip, akeh seng duwe anak wedok, tapi males – males gak iso ngertani ibuk’e..” ujar Bu Ulfa sambil merangkul pundak anak sulungnya, Agung.
Bubur Jawa yang dijualnya seharga Rp.4000,00 tersebut digemari oleh banyak orang. Sudah sebulan lamanya Bu Ulfa bersabar menunggu pelanggannya kembali datang untuk menikmati kesegaran bubur jawa tersebut. Dalam sehari Bu Ulfa mampu menjual bubur jawanya masing – masing sebanyak 5 rantang, meskipun tidak seramai waktu berjualan di Alun – Alun, karena di Alun – Alun Bu Ulfa mampu menjual masing – masing bubur hingga 10 rantang. Jadi otomatis penghasilan Bu Ulfa pun menjadi turun drastis dua kali lipat dari sebelumnya. “Tiap hari ini saya selalu bawa bubur masing – masingnya sampek 5 rantang loh Mbak, tapi gak sampai jam 9 malem sudah habis, padahal saya baru buka dasar warung wae jam 5 sore, yah Alhamdulilah modalnya balik, lumayan gawe mencukupi kebutuhan sehari – hari di rumah..” kata Bu Ulfa sambil mengelap mangkok yang selesai dicucinya.

  Bubur yang dijual oleh Bu Ulfa adalah Bubur Serintil, Bubur Mutiara, Bubur Sum-Sum, Bubur Ketan Hitam, dan Dawed. Lima macam bubur itu dipadukan dalam satu mangkok dengan tambahan santan kelapa, gula merah, serta es batu agar terasa lebih segar. Semangkok bubur dengan harga Rp.4000,00 ini tergolong murah, karena hanya dengan harga itu kita dapat menikmati kesegaran semangkok bubur campur jawa ala Ibu Ulfawati. Bu Ulfa memiliki pedoman dalam hidupnya yang diumpamakan sama seperti semangkok bubur jawa tersebut, “Masio saya urip tidak karo ayah’e anak – anak, nglakoni urip dewean, tapi kalo bersatu terus yah abot’e kuwi tidak kerasa Mbak, podo karo buburku iki, masio dewe – dewe rasane nek digabung nang siji mangkok yah iso manis rasane..” kata Bu Ulfa dengan senyum diwajahnya, yang begitu mensyukuri hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar